Sabtu, 20 Maret 2010

Penemu Sungai Dalam Laut Itu Pun Masuk Islam

Sumber, artikelislami
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)

Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton acara TV `Discovery Chanel’ pasti kenal Mr. Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia.

Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Captain Jacques Yves Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu membuat bingung Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berpikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.

Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez. Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laayabghiyaan…” Artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.

Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” Artinya “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.

Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera.
Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.

Subhanallah… Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim. Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”
Wallahu a’lam.

DIarsipkan di bawah: Kemulyaan Al-Qur`an | Ditandai: costeau masuk islam, dinding pembatas antara dua laut, penemu sungai bawah laut masuk islam, penemu sungai dalam laut masuk islam, subhanallah... ada sungai bawah laut, subhanallah... ada sungai dalam laut, tulum mexico cenote angelita, underwater mystery river

Rabu, 17 Maret 2010

Kenapa Anak Sekolah Takut Matematika?

Anak-anak sekolah seringkali begitu tegang menghadapi pelajaran matematika (mathematics anxiety) bahkan beberapa anak menjadi hilang kepercayaan diri. Kenapa matematika jadi pelajaran yang paling ditakuti anak sekolah?

Seperti dikutip dari Mathgoodies, Senin (15/3/2010) ada beberapa hal yang membuat anak-anak takut dengan pelajaran matematika, yaitu:

1. Tidak suka dengan guru yang mengajarnya.
2. Misal, gurunya suka marah-marah, galak atau memiliki wajah seram sehingga membuat anak-anak menjadi takut dan mengakibatkan dirinya sulit menerima pelajaran tersebut.
3. Lebih banyak menggunakan angka-angka yang abstrak atau tidak nyata.
4. Anak-anak belum sepenuhnya memahami untuk apa ia mempelajari angka-angka tersebut. Terlalu banyak menggunakan rumus sehingga terkadang membuat anak menjadi bingung.
5. Anak-anak sudah sering mendengar bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, hal ini akan membuat anak-anak menjadi takut dan tidak tertarik dengan pelajaran tersebut.

Selain itu ketakutan yang sebenarnya dari pelajaran matematika adalah anak takut jika jawaban yang didapatkannya salah, karena jawaban yang salah berarti kegagalan sehingga anak dituntut untuk selalu bisa memberikan jawaban yang benar.

Padahal jawaban yang salah bukanlah suatu kegagalan, tapi justru bisa membuat anak lebih memahami konsep matematika dan menganalisis pikirannya.

Guru yang mengajar pun sebaiknya tidak langsung memarahi sang anak jika jawaban yang diberikan salah, karena tidak semua anak punya motivasi yang tinggi setelah dimarahi. Beberapa anak justru akan semakin takut dan membenci pelajaran tersebut.

Jika anak terlalu takut dengan matematika bisa memicunya memiliki gangguan matematika (mathematics disorder) yaitu kondisi dimana anak memiliki kemampuan matematika rendah atau di bawah kemampuan normal anak berdasarkan usia dan tingkat pendidikannya.

Anak yang memiliki mathematics disorder akan menemui kesulitan jika bertemu soal yang sederhana seperti penjumlahan.

Karena itu untuk membantu anak agar tidak takut dengan pelajaran matematika adalah mencari akar masalah dari ketakutannya seperti menghilangkan pikiran takut mengalami kegagalan, membuat anak terlibat aktif dalam pelajaran, menggunakan contoh benda sehingga anak-anak tidak terlalu abstrak dan mengubah pikiran anak mengenai pelajaran matematika.